BEKASI, MediaGaruda.Co.Id – Puluhah warga korban penggusuran kelurahan Pekayon Jaya dan Jaka Setia, Bekasi Selatan, Kota Bekasi bersama para mahasiswa melakukan aksi demo didepan Gedung DPRD Kota Bekasi dan depan kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bekasi di Jalan Chairil Arwar, Margahayu, Bekasi Timur, Kota Bekasi, hari ini Selasa tanggal 19 Agustus 2019.
SUARA WARGA KORBAN GUSURAN.
PaksaTiga tahun yang lalu, di bulan Agustus dan Oktober 2016, Pemerintah Kota Bekasi mengeluarkan surat peringatan pembongkaran rumah warga Pekayon-Jaka Setia yang menandai babak awal pembentukan Forum Korban Penggusuran Bekasi – Pekayon (FKPB) sebagai wadah sentral perjuangan warga korban perampasan ruang hidup dan penghidupan warga Kp. Poncol Bulak, Jaka Setia, Bekasi Selatan, Kota Bekasi. Puncaknya, pada tanggal 25 Oktober-3 November 2016, Buldozer Pemkot Bekasi meratakan rumah warga Pekayon-Jaka Setia tanpa ada sama sekali sosialisasi dan konsultasi publik serta transparansi informasi .Terkait maksud dan tujuan penggusuran, kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Pembangunan Nasional dan Daerah, letak tanah, luas tanah yang dibutuhkan, gambaran umum status tanah, perkiraan nilai tanah, hingga rencana penganggaran.
Hal ini jelas melanggar Pasal 7 ayat 3 UU No. 2 Tahun 2012 bahwa: “Pengadaan Tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan melalui perencanaan dengan melibatkan semua pengampu dan pemangku kepentingan” dan Perpres No. 71 tahun 2012 Pasal 1 ayat 8 bahwa: “Konsultasi Publik adalah proses komunikasi dialogis dan musyawarah antarpihak yang berkepentingan guna mencapai kesepakatan dalam perencanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum”.
Maka SP Pembongkaran yang dikeluarkan oleh Pemkot Bekasi ini baik secara prosedural maupun substansial telah bertentangan dan melanggar hak atas perumahan yang layak dan hak kepemilikan warga yang diakui sebagai hak asasi manusia. Sesuai dengan Pasal 28H ayat 1 UUD 1945, pasal 40 UU No. 39 Tahun 1999, Pasal 19 dan 129 UU No. 1 Tahun 2011. Sehingga dampak yang ditimbulkan kepada warga terdampak penggusuran adalah kerugian dan depresi secara sosial, ekonomi, dan psikologis.
Lingkungan sosial yang sudah terbangun oleh warga, hancur akibat penggusuran sepihak yang dilakukan oleh Pemkot Bekasi. Mereka terpecah akibat keputusan yang diambil karena penggusuran. Alih-alih menciptakan kondisi sosial masyarakat yang rukun dan sejahtera, Pemerintah Kota Bekasi justru dengan kebrutalannya menjerumuskan masyarakat ke dalam perepecahan demi hasrat pembangunan kota.
Tekanan pengusaha dan represi modal membuat Pemkot Bekasi bertindak barbar, menghilangkan ruang hidup masyarakat, meski harus menabrak segala prosedur dan hukum yang sudah ditetapkan oleh pemerintah itu sendiri. Selain itu, ekonomi yang sudah dirintis warga sejak berpuluh tahun lamanya, harus terpaksa hilang. Untuk mereka yang membuka ladang usaha dengan memanfaatkan lahan tempat tinggal seperti misalnya, warung sembako, tambal ban, kos-kosan atau kontrakan dan lain-lain, sebagai sumber penghidupan hilang. Karena penggusuran yang tak jelas dalil hukum dan peruntukannya. Kini warga korban penggusuran harus melanjutkan hidup dengan harga kontrakan yang tinggi sementara tuntutan penghidupan rumah tangga yang semakin mencekik membuat depresi dan penderitaan menjadi makanan sehari-hari mereka. Dampak terburuk tentu saja adalah depresi psikologis bagi anak-anak warga korban penggusuran, yang menjadi bahan olok-olokan di lingkungan sekolah maupun bermainnya.
Rasa trauma akan suara buldozer dan suasana genting kala penggusuran terjadi selalu menjadi ketakutan tersendiri yang sulit dilupakan. Belum lagi timbul soal lain seperti perasaan sepi, asing, dan tidak nyaman dengan konsep baru hunian selalu terjadi ketika masyarakat secara tiba-tiba dipaksa pindah dari lingkungan yang sudah berpuluh tahun mereka tinggali. Lingkungan yang membentuk sejarah hidup mereka dihancurkan begitu saja tanpa alasan yang jelas oleh Pemerintah Kota Bekasi.
Sementara itu disisi yang lain, berpedoman pada amanat konstitusi UUD 1945 yang kita yakini, Pasal 28H ayat 1 bahwa : “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan” dan Pasal 129 UU No.1 tahun 2011 bahwa: “Setiap orang berhak: untuk menempati, menikmati, memiliki/memperoleh rumah yang layak dan melakukan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman.”
Maka tentu saja, penggusuran yang dilakukan secara sewenang-wenang oleh Pemkot Bekasi adalah perampasan Hak Asasi Manusia (HAM) serta pelanggaran hukum yang harus diadili berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Sebab bukan hanya hak atas tempat tinggal yang dirampas, namun Pemerintah Kota Bekasi pun merampas kesejahteraan warga Pekayon-Jaka Setia baik secara lahir maupun batin. Hal yang seharusnya menjadi kewajiban Pemerintah Kota Bekasi untuk mengakomodir tersedianya pemukiman yang layak, sebagai pemenuhan Hak atas Tanah dan Hak atas Tempat Tinggal yang Layak bagi warganya malah tidak dilakukan, Pemerintah Kota Bekasi malah membuat warganya hidup dalam kondisi yang jauh dari kata layak.
Argumentasi ini sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh UU Pokok Agraria No. 5 tahun 1960 menjelaskan bahwa tanah negara diprioritaskan hak atas kepemilikan tanah bagi warga masyarakat yang mengelola dan menggarap lahan tersebut untuk permukiman, baik secara penguasaan fisik turun temurun selama lebih dari 20 tahun, maupun pengelolaan dan perawatan lahan. Hal ini memperjelas bahwa warga Pekayon-Jakasetia berhak dan berkesempatan memiliki hak atas tanah di wilayahnya sendiri. Mengingat lahan yang sempat ditelantarkan oleh Kementrian PU sejak 1988 tersebut, dirawat dan dikelola dengan baik oleh warga sampai hari ini, melalui Surat Ijin Pemanfaatan Lahan (SIPL) yang dimiliki warga. Sehingga secara hukum warga berhak untuk meningkatkan prioritas hak kepemilikan atas lahan tersebut. Sebab lahan terlantar ini dikelola dan dirawat dengan baik oleh warga masyarakat bukan oleh Negara apalagi Pemerintah Kota Bekasi. Sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 yang berbunyi: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Maka hak atas tanah dan tempat tinggal adalah hak asasi manusia yang telah diatur dalam konstitusi kita. Dengan demikian, Pemerintah Kota Bekasi tidak boleh merampas hak tersebut secara semena-mena.
Oleh karena itu, FKPB Pekayon pada aksi kali ini menuntut :
- Berikan kepastian hak atas tanah kepada warga Pekayon Jaka Setia.
- Menuntut Pemerintah Kota Bekasi bertanggung jawab atas kerugian material dan non material yang dialami warga FKPB Pekayon selama 3 tahun penelantaran.
- Kembalikan hak atas tempat tinggal yang layak kepada warga FKPB Pekayon.
- Selama status tanah belum keluar, maka pihak Pemkot tidak boleh melakukan kegiatan apapun diatas tanah gusuran, termasuk pengukuran dan sebagainya.
- Hentikan segala bentuk intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh Pemkot Bekasi.
(MG 06)